Selasa, 01 Mei 2012

PERKEMABANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

 By.ANAK ALAMBOYS




RESUME : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini akan membahas mengenai Hukum Perdata Internasional dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasannya. Diantaranya adalah defenisi, sejarah, seumber-sumber Hukum Perdata Internasional dan beberapa hal lagi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan. Pada hakekatnya setiap negara yang berdaulat, memiliki hukum atau aturan yang kokoh dan mengikat pada seluruh perangkat yang ada didalamnya. Seperti pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki mainstream Hukum Positif untuk mengatur warga negaranya. Salah satu hukum positif yang ada di Indonesia adalah Hukum Perdata Internasional yang nantinya akan dibahas lebih detail.
Permasalahan mengenai keperdataan yang mengkaitkan antara unsur-unsur internasional pada era globalisasi saat sekarang ini cukup berkembang pesat. Aktor non-negara dan aktor individu mempunyai peran yang sangat dominan. Pada saat sekarang ini berbagai perusahaan-perusahaan multi nasional (Multi National Corporation) baik yang berorientasi pada keuntungan atau yang tidak berorientasi pada keuntungan hilir mudik melintasi batas territorial suatu negara untuk melakukan transaksi perdagangan, kerjasama, memecahkan permasalahan, riset dan berbagai kegiatan lainnya. Begitu juga dengan aktor individu, mereka-mereka yang mempunyai uang lebih atau ingin mencari uang lebih keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan proses yang begitu cepat. Terjadinya perkawinan dua warga negara yang berbeda, mempunyai keturunan disuatu negara, mempunyai harta warisan dan lain sebagainya. Inilah sebuah konsekwensi dari sebuah globalisasi, tak bisa dihindari, akan tetapi inilah sebuah kebutuhan dan merupakan sifat dasar umat manusia.
Masalah-masalah keperdataan diatas diperlukan sebuah wadah untuk dapat menjadi acuan dan rujukan bertindak dari aktor-aktor tersebut. Wadah tersebut diperlukan agar dunia yang ditempati ini tidak didasari dengan hukum rimba, yang kuat menang dan yang lemah akan tersingkir, secara arti luas yang kaya akan menjadi semakin kaya dan yang miskin akan bertambah miskin. Keperluan-keperuan akan suatu hal untuk mengatur permaslahan-permasalahan diataslah menjadikan hukum tentang keperdataan perlu diatur dalam sutau kerangka-kerangka hukum positif.
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman mengenai beberapa hal yang menjadi fokus penulisan makalah, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional?
2. Apa saja pembahasan penting yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional?

C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai Hukum Perdata Internasional. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi yang berguna dalam memperluas ilmu pengetahuan dan menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian dengan objek yang sama, terutama mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai defenisi dan sejarah Hukum Perdata Internasional.
2. Menjelaskan mengenai pembahasan apa saja yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional.

D. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan ini menggunakan data-data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah buku-buku mengenai Hukum Perdata Internasional, serta materi-materi yang mendukung tulisan ini. Sumber-sumber tersebut didapatkan melalui studi literatur termasuk akses data melalui internet. Akses internet dilakukan dengan selektif melalui alamat situs yang kredibilitasnya dapat dipercaya. Data yang telah didapatkan, kemudian akan dipilih sesuai dengan tema makalah.


E. Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan sebuah makalah yang sistematis dan menarik untuk dicermati, maka system penulisan pada bab-bab berikutnya akan tercermin pada poin-poin sebagai berikut:
1. Di dalam bab I, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, pembatasan masalah, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
2. Di dalam bab II, akan dibahas mengenai sejarah perkembangan Hukum Perdata Internasional, defenisi Hukum Perdata Internasional, sumber-sumber Hukum Perdata Internasional, hubungan Hukum Perdata Internasional dengan bidang hukum lain, titik pertalian/ titik taut, prinsip domisili/kewarganegaraan, renvoi, ketertibam umum dan penyelundupan hukum, pilihan hukum, dan pemakaian hukum asing
3. Di dalam bab III, akan dipaparkan kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan pembahasan masalah dalam bab II.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional

Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar atau dikenal dengan Ius Gentium. Yang dimaksud dengan Ius Gentium adalah hukum yang berlaku antara orang Romawi dan bukan Romawi. Ius Gentium kemudian berkembang lagi menjadi Ius Publicum dan Ius Privatum. Ius Publicum inilah yang berkembang sekarang ini menjadi Hukum Internasional, sedangkan Ius Privatum berkembang menjadi Hukum Perdata Internasional (HPI).
Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi), pada masa ini merupakan masa dimana kekaisaran romawi ditaklukkan oleh orang “barbar”, sehingga ius civile tidak berguna, yang dipergunakan adalah asas personal dan hukum agama (tribal laws). Kemudian pada masa ini juga tumbuh beberapa kaedah HPI yang didasarkan pada asas personal yang diuraikan sebagai berikut:
1) Dalam sengketa hukum: hukum pihak tergugat
2) Dalam perjanjian: huku personal masing-masing pihak
3) Pewarisan: hukum dari transferor (yang mewariskan)
4) Peralihan hak milik: hukum dari transferor
5) Perbuatan melawan hukum: hukum dari pihak yang melanggar hukum
6) Perkawinan: hukum suami
Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Setelah mealui masa 300 tahun pertumbuhan asas personal semakin sulit dipertahankan mengingat terjadinya transformasi dalam masyarakat sehingga keterikatan lebih didasarkan pada kesamaan wilayah tempat tinggal (teritorial). Proses transformasi terjadi di dua kawasan Eropa dengan perbedaan yang mencolok. Di Eropa Utara (Jerman, Perancis, Inggri), masyarakata berada di bawah kekuasaan tuan tanah (feodalistik) dan tidak terdapat tempat bagi pengakuan terhadap kaidah hukum asing (HPI). Sedangkan di Eropa Selatan (Italia, Milan, Bologna), merupakan kota perdagangan dan perselisihan yang ada di antara pedagang yang berasal dari luar diselesaikan dengan kaedah HPI.
Kemudian masih pada tahap III ini, diletakkan dasar bagi HPI modern dengan prinsip teritorial. Lex Rei Sitae (Lex Situs), yaitu perkara tentang benda tidak bergerak dimana hukum yang digunakan adalah hukum dimaan benda tersebut berada. Lex Dominicili, mengatur tentang hak dan kewajiban dimana hukum yang digunakan adalah hukum dari tempat seorang berkediaman. Lex Contractus, mengatur tentang perjanjian-perjanjian hukum yang berlaku yaitu hukum dari tempat perbuatan perjanjian
Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). Tingginya intensitas perdagangan di italia menimbulkan persoalan tentang pengakuan hak asing dalam wilayah suatu kota. Asas teritorial tidak dapat menjawab semua masalah yang timbul, sehingga dibutuhkan adanya ketentuan hukum (statuta). Pencetus Teori Statuta adalah Bartlus (Bapak HPI), yang menyatakan bahwa upaya yang dilakukan menetapakan asas-asas untuk menentukan wilayah berlaku setiap aturan hukum (statuta). Dalam teori statuta terdapat istilah Statuta personalia, yaitu mengenai kedudukan hukum/ status personal orang. Berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap, melekat dan berlaku atas mereka dimanapun mereka berada. Kemudian juga dikenal istilah Statuta Realia yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa koa yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut. Selain itu juga ada Statuta Mixta yang berlaku di dalam wilayah kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya dan terhadap siapapun yang datang ke kota tersebut.

B. Defenisi Hukum Perdata Internasional
Menurut Van Brakel dalam buku “Grond en beginselen van nederland internationaal privatrecht” menyatakan bahwa internationaal privatrecht is a national recht voor internationale recht verhouding geschreven. Maksudnya bahwa HPI adalah hukum nasional yang ditulis (diadakan) untuk hubungan-hubungan hukum internasional. Sedangkan menurut Prof. DR. S. Gautama. S.H. HPI adalah keseluruhan peraturan atau keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan hukum jika hubungan-hubungan atau peristiwa antar warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
Berdasarkan pendapat kedua ahlil tersebut, dapat disimpulkan bahwa HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Contohnya adalah kasus pernikahan antar warga negara satu dengan warga negara lain. Masalah-masalah pokok yang dibahas dalam HPI adalah sebagai berikut:
1) Hakim/ badan hukum peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing. (chioce of yuridiction) merupakan hukum acara dalam HPI
2) Hukum manakah yang akan dipergunakan untuk menyelesaikan maasalah HPI (the appropriate legal system)
3) Sejauh mana suatu peradilan harus memperahatikan dan mengakui putusan hukum asing (recognition of foreign judgements)
Luas lingkup HPI menurut negara yang pertama, HPI merupakan Rechtstoepassingrecht/ choice of law (paling sempit). Artinya, istilah HPI terbatas pada masalah-masalah hukum mana yang diberlakukan. Contoh: negara Jerman, negara Nederland. Kedua, HPI adalah choice of law + choice of juridiction (lebih luas). Maksudnya, mengenai hukum mana yang berlaku ditambah dengan kompetensi wewenang hakim untuk mengadili perkara yang bersangkutan. Contoh: negara Anglo Saxon, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga, HPI merupakan choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges (lebih luas). Maknanya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing. Contoh: Italia dan Spanyol. Keempat, HPI adalah choice of law + chioce of juridiction + condition des estranges + natonalite (terluas). Artinya, mengenai hukum mana yang berlaku + kompetensi wewenang hakim + status orang asing + kewarganegaraan. Contoh: Perancis.

C. Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional
Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Sumber hukum materil, dalam pengertian dasar berlakunya hukum apa atau sebabnya hukum mengikat dan biasanya terletak di luar bidang hukum. Sedangkan sumber hukum formil, dalam pengertian dimana terdapatnya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang persoalan yang konkrit dalam bentuk tertulis. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut: Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-undang pokok Agraria, Undang-undang penanaman modal asing, dan Undang-undang penanaman modal dalam negeri. Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia no.62 tahun 1958, diatur dalam pasal 1 undang-undang kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran, yaitu:
1) Karena kelahiran dari seseorang warga negara Indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e)
2) Berdasarkan kelahiran di wilayah Republik Indonesia jika masih dipenuhi syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h)
Dalam undang-undang juga diatur siapa saja yang menjadi warganegara:
1) Mereka yang menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan undang-unadng/ peraturan/ perjanjian yang terlebih dahulu berlaku
2) Menentukan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang
a. Pada waktu lahir, mempunyai hubungan kekeluargaan dengans eorang warga negara Indonesia
b. Lahir dalam waktu 200 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya adalah warga negara Indonesia
c. Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tua tidak diketahui
d. Memperoleh kewarganegaraan menurut undang-undang no. 62 tahun 1958
Undang-undang pokok agraria (undang-undang no. 5 tahun 1960), diatur dalam pasal 1 undang-undang pokok agraria, yaitu seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bengsa Indonesia. Pasal 9, hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa: Hak milik atas tanah, hanya warganegara Indonesia yang boleh memiliki milik atas tanah sedangkan orang asing tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah. Hak pasal 55:2, badan hukum asing hanya dapat memperoleh hak guna usaha dan hak guna bangunan jika diperbolehkan oleh undang-undang yang mengatur pembangunan nasional.
Undang-undang penanaman modal asing (undang-undang no.1 tahun 1967), diatur dalam pasal 2 undang-undang modal asing dapat berupa:
1) Milik orang asing, modal asing sebagai milik orang asing, merupakan milik warga negara asing yang dimasikkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia
2) Dapat merupakan milik badan hukum asing yang menjadikan modal badan hukum Indonesia, maksud badan hukum Indonesia:
a. Badan hukum menurut hukum Indonesia
b. Berkedudukan di Indonesia
Dalam undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumber HPI. Undang-undang penanaman modal dalam negeri (undang-undang no. 6 tahun 1968), diatur dalam pasal 1 undang-undang PMDN yaitu:
“Modal dalam negeri adalah bagian dari pada kekayaan masyaraka tIndonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara atau swasta nasional atau swasta asing berdomisili di Indonesia yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha...”
1) Pasal (2): pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri terdirid dari perorangand an badan hukum yang berlaku di Indonesia
2) Dalam undang-undang PMDN unsur asing juga diperhatikan sehingga undang-undang ini juga merupakan sumbar HPI

D. Hubungan Hukum Perdata Internasional dengan Bidang Hukum Lain
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. HAG tidak banyak terdapat di negara-negara yang sudah merdeka, hanya pada negara jajahan dan bekas jajahan. Istilah golongan menunjukkan adanya perbedaan hukum karena golongan rakyat yang berbeda, pribadi yang berbeda, orang dan golongan yang berbeda. Ruang lingkup HAG pada masa penjajahan bersifat nasional mengatur hukum antar ras, antar suku bangsa, dan antar golongan etnis. Kemudian, pada alam kemerdekaan sifat nasional berganti menjadi internasional. Persoalan HAG bergeser menjadi persoalan HPI dengan ruang lingkup hubungan warganegara antar negara. Selain itu, hubungan HPI dengan Hukum Internsional adalah sebagai berikut:
1) HPI akan berkembang sesuai dan sejalan dengan ramainya pergaulan internasional terutama dibidang pergaulan internasioanl. Karena itu kaedah-kaedah HPI tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum internasional yang berlaku
2) Oleh karena itu HPI menyangkut pergaulan internasional maka bentuk dan isi kaedah-kaedahnya akan terpengaruh oleh corak dan kebutuhan masyarakat internasional dari masa-kemasa
3) Akibat lain dari keharusan HPI untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan suasana masyarakat internasional adalah adanya keharusan kerjasama internasional melalui organisasi internasional
4) Adanya kebutuhan kerjasama yang lebih erat antara bangsa sedunia, mengaibatkan banyaknya perjanian internasional sehingga kaedah HPI juga semakin banyak
5) Peran pemerintahdalam kehidupan pribadi, sehingga yang merupakan privat berlaku dalam hukum publik. Misal: berlakunya asas hukum perdata rebus sic stantibus dalam hukum publik internasional
6) Hukum internsional membutuhkan HPI agar kaedah-kaedahnya benar-benar berlaku dan ditegaskan dalam lingkungan kekuasaan negara-negara nasional
Hubungan HPI dengan perbandingan hukum dapat dilihat dari bagan berikut:


E. Titik Pertalian/ Titik Taut
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda: Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment. Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia, sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh: seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku. Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir. Penempatan suatu hubungan hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh: perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.

F. Prinsip Domisili/Kewarganegaraan
Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya. Dalam hal ini terdapat istilah Pro kewarganegaraan, yang akan diterangkan sebagai berikut:
1) Prinsip ini cocok untuk perasaan hukum nasional dari warganegara tertentu , lebih cocok lagi bagi warga negara yang bersangkutan
2) Lebih permanen dari hukum domisili, karena prinsip kewarganegaraan lebih tetap dari pada prinsip domisili dimana kewarganegaraan tidak demikian mudah diubah-ubah seperti domiili, sedangkan status personil memerlukan stabilitas sebanyak mungkin
3) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih banyak:
a. pengertian kewarganegaraan lebih mudah diketahuidaripada domisili seseorang, arena adanya peraturan tentang kewarganegaraan yang lebih pasti adri negara yang bersangkutan
b. Ditetapkan cara-cara memperoleh kewarganegaraan suatu negara
Selain itu, juga terdapat istilah Pro domisili. Hukum domisili adalah hukum yang bersangkutan sesungguhnya hidup, dimana seseorang sehari-hari sesungguhnya hidup, sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulah yang dipakai untuk menentukan status personilnya. Prinsip kewarganegaraan seringkali emerlukan bantuan domisili. Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip-prinsip domisili. Contoh: apabila terdapat perbedaan kewarganegaraan dalam satu keluarga dimana suami istri berbeda, kewaganegaraan anak-anak bisa punya kewarganegaraan berbeda tergantung domisili (terutama setelah perceraian). Hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang hakim. Dalam banyak hal, hukum domisili ini juga bersamaan adanya dengan hukum sang hakim. Cocok dengan negara dengan pluralisme hukum. Hukum domisili adalah satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan baik dalam negara yang struktr hkumnya tidak mengeal persatuan hukum. Domisili menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan
Negara-negara dengan prinsip kewarganegaraan/domisili dapat dilihat dalam tabel:
KEWARGANEGARAAN DOMISILI
Perancis, belgia, luxemburg, monaco, belanda, rumania, finlandia, jerman, yunani, hungaria, montenegro, polandia, portugal, spanyol, swedia, turki, iran, tiongkok, jepang, kostarika, republik dominika, equador, haiti, honduras, mexico, panama, venezuela Semua negara-negara inggris yang menganut “common law”, scotlandia, afrika selatan, quebec, denmark, norwegia, iceland, negara-negara amerika latin, argentina, brazilia, guatemala, nicaragua, paraguay, peru

Prinsip umum tentang kewarganegaraan adalah pertama, Asas kelahiran (ius soli), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentkan oleh tempat kelahiran. Contoh: Ad1. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaraan X. Kedua, Asas keturunan (ius sanguins), kewarganegaraan berdasarkan kketurunan daripada orang yang bersangkutan. Contoh: Ad2. orang tua Y melahirkan di wilayah X, anak berkewarganegaran Y. Mengenai kewarganegaraan di Indonesia, berdasarkan undang-unadang, kewarganegaraan menggunakan prinsip nasionalitas. Diatur dalam pasal 1 udang-undang kewarganegaraan, kewarganegaraan diperoleh dengan kelahiran yaitu: Karena kelahiran dari seseorang warga negara indonesia, jadi berdasarkan keturunan (pasal 1 ayat a, c, e), dan berdasarkan kelahiran di wilayah republik indonesia jika masih dipenuhi lain syarat-syarat (pasal 1 ayat f, g, h). Dapat juga dengan domisili di wilayah Indonesia dengan memenuhi syarat-syarat yang ada.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apabila suatu negara menganut asas kelahiran dan negara lain menganut asas keturunan. Contoh: orang tau A cina (ius sanguins) (tinggal di indonesia lebih dari 20 tahun) maka menurut undang-undang kewarganegaraan dianggap sebagai warganegara melahirkan di indonesia, maka anaknya punya dua kewarganegaraan. Cara mencegah bipartide dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian bilateral, misalnya antara indonesia dengan cina. Undang-undang no.2 tahun 1958 dimana dalam waktu 20 hari sejak (20-1-1960 s/d 10-1-1962) orang yang berstatus dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan melepaskan yang lain.
Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contoh: terjadinya pencabutan kewarganegaraan, kelahiran anak dengan orang tua ius solli di negara ius sangins. Apartide dapat terjadi karena orang tua menganut ius solli, melahirkan anak do negara yang menagnut ius sanguins, maka anak yang dilahirkan apartide. Cara mencegah dapat dilakukan dengan mengguakan titik taut pengganti untuk menentukan kewarganegaraan yang digunakan sebagai faktor yang menentukan hukum yang harus diperlukan. Pemakaian hukum domisili atau kediaman, dan pemakaian kewarganegaraan terakhir.

G. Renvoi
Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI sehingga tak ada keseragaman cara-cara menyelesaikan masalah-masalah HPI. Salah satu persoalan penting berkenaan dengan status personil yang ditentkan berdasarka prinsip domisili dan nasionalitas. Berhubungan dengan adanya dua sistem ini maka timbullah masalah renvoi. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Renvoi terjadi pada gesamtverweisung yaitu apabila kaidah lex fori menunjuk ke arah suatu sistem asing, dalam arti keseluruhan termasuk kepada kaidah HPI nya. Renvoi terbagi dua. Pertama, penunjukan kearah kaidah-kaidah hukum intern (sachnormen) dari suatu sistem hukum tertentu, penunjkan ini dinamakan sachnormverwiesung. Kedua, penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum ertentu termasuk kaidah-kaidah HPI (kallisionsormen) dari sistem hukum tersebut. Penunjukan ini dinamakan gesamtverweisung.
Dalam HPI dikenal 2 jenis single renvoi, Remmisin (penunjukan kembali) yaitu proses renvoi oleh kaedah-kaedah HPI asing kembali ke arah lex fori. Dan Transmission (penunjukan lebih lanjut), yaitu proses renvoi oleh kaidah HPI asing ke arah suatu sistem hukum asing lain. Contoh kasus renvoi FORGO CASE (1879) misalnya adalah Forgo seorang warganegara Bavaria (jerman), dia menetap di Perancis sejak 5 tahun tanpa memperoleh domisili di Perancis. Kemudian dia meninggal di Perancis tanpa testamen. Forgo anak di luar nikah, ia meninggalkan benda-benda bergerak di perancis. Kemudian tuntutan atas pembagian hartanya diajukan oleh saudara kandungnya di pengadilan Perancis.

H. Ketertibam Umum dan Penyelundupan Hukum
Definisi ketertiban umum sangat sukar untuk dirumuskan namun yang dimaksud ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepentingan umum atau ketertiban hukum. Faktor-faktor yang membatasi: Waktu, tempat, falsafah kenegaraan, sistem perekonomian, pola kebudayaan yang dianut, masyarakat yang bersangkutan. Sehingga hukum asing yang bertentangan dengan ketertiban umum tersebut tidak dipergunakan meskipun sebenarnya menurut peraturan HPI lex fori, kaedah hukum asing seharusnya berlaku. Ukuran-ukuran yang dipergunakan dalam memberlakukan ketertiban umum dapat diberlakukan bila ditinjau dari yuridiksiforum, apabila hukum asing diakui akan mengakubatkan :
1) Pelanggaran terhadap prinsio-prinsip keadilan yang mendasar sifatnya
2) Bertentangan dengan konsepsi yang berlaku mengenai kesusilaan yang baik
3) Bertentangan dengan suatu tradisi yang sudah mengakar
Dalam situasi seperti di atas maka lembaga ketertiban umum dapat menajdi dasar bagi pembenaran bagi hakim untuk menyimpang dari kaidah-kaidah HPI yang seharusnya berlaku, dan menunjuk kearah berlakunya suatu sistem hukum asing. Contoh, terdapat perkara masalah perbudakan, diana hukumndonesia termasuk masalah hukum personil menurut PS. 16 AB mengenai status personil akan diatur berdasarkan kewarganegaraan pihak yang bersangkutan. Fungsi ketertiban umum ada dua, yaitu:
1) Fungsi positif, menjamin agar aturan-atuan tertentu dari lex fori tetap diberlakukan (tidak dikesampingkan) sebagai akibat dari pemberlakuakn hukum asing.
2) Fungsi negatif, untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hkum asing bila pemberlakuan itu akan menyebabkan pelanggaran terhadap konsep-konsep dasar lex fori.
Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum bila perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan denga tujuan untuk menghundarkan diri dari aturan-aturan lex fori ang akan melarang perbutan itu dilaksanakan di wilayah forum. Fungsinya adalah untuk melindungi sistem hukum yang seharusnya berlaku. Contoh, warga negara indonesia (perempuan islam) + warga negara indonesia (laki-laki kristen), menukah. Untuk menghindari pemberlakuan undang-undang No. 1 tahun 1974 mereka menikah di Singapura. Perkawian untuk mendapatkan kewarganegaraan karena takut dideportasi. Kemudian dalam waktu tertenu mengajukan perceraian, dengan demikian maka status sebagai warga negara indonesia tetap didapat meskipun telah bercerai.

I. Pilihan Hukum dan Pemakaian Hukum Asing
Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Mereka hanya bebas untk memilih hukum tertentu tapi mereka tidak bebas untk menentukan sendiri (membuat) perundang-undangan. Batasan pilihan hukum adalah:
1) Para pihak bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki tapi kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum
2) Pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum
3) Hanya dilakukan dalam bidang hukum kontrak
Macam-macam pilihan hukum, secara tegas dinyatakan dalam Clausula perjanjian hukum yang dpilih dalam kontrak yang mereka buat. Misal: kontrak yang dibuat pertamina mengenai LNG tanggal 03-12-1973 dalam pasal 12 dinyatakan : bahwa pilihan hukum adalah negara bagian New York. Pilihan hukum ini memberikan kepastia hukum. Pilihan hukum yang dianggap, merupakan pilihan hukum yang dianggap presumptio iuris sang hakim menerima telah terjadi suatu pilihna hukum yang berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka. Pilihan hukum secara hipotetisch, pilihan hukum ini dikenal di Jerman, sebeharnya disini tidak ada satu kemauan dari para pihak untuk memilih sedikitpun, sang hakimlah yang melakukan pilihan ini, hakim melakukan dengan fictie.
Masalah utama dari pemakaian hukum asing adalah sebagai berikut:
1) Apakah hak-hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang berdasarkan kaedah-kaedah hukum suatu hukum asing tertentu perlu atau tidak perlu diakui oleh lex fori?
2) Misal: bila seseorang warga negara Cina berdasarkan hukum Cina ia diakui sebagai pemegang hak milik suatu benda bergerak, kemudian ia mengaubah kewarganegaraannya menjadi Indonesia, apakah menurut hukum Indonesia benda bergerak miliknya akan tetap diakui?
Apabila hakim Indonesia menganggap bawa pemilikan terhadap suatu benda bergerak yang dianggap sah menurut hukum Cina akan sah juga menurut hukum Indonesia maka dapat dikatakan bahwa pengadilan Indonesia menerima prinsip hak-hak yang telah diperoleh/ pemakaian hukum asing/vesten right. Hak-hak yang dimiliki seseorang (suatu subjek hukum) berdasarkan kaidah hukum asing dapat diakui dalam yuridiksi lex fori, selama pengakuan undang-undang tidak bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat lex fori.

SIMPULAN
Sejarah Perkembangan Hukup Perdata Internasional terbagi menjadi empat tahap. Pada tahap I dikenal istilah Pretor Peregrinis, yaitu peradilan bagi warga romawi dengan orang luar dan orang luar romawi dengan orang romawi. Tahap II pertumbuhan asas personal HPI (abad 6-10 sesudah masehi). Tahap III sejarah perkembangan HPI adalah tahap pertumbuhan asas teritorial (abad 11-12 sesudah masehi). Dan Tahap IV, pada tahap ini terjadi pertumbuahn Teori Statuta (abad 13-15 sesudah masehi). HPI adalah hukum nasional, bukanlah hukum internasional. Sumber hukum HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Sumber hukum terbagi atas sumber hukum materil dan formil. Di Indonesia HPI belum terkodifikasi, karena itu masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan
Hubungan HPI dengan hukum antar golongan (HAG), adalah bahwa hukum mana yang digunakan terhadap peristiwa antar warga negara pada waktu tertentu yang berbeda golongan. Titik Taut adalah hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan antara perkara itu dengan suatu negara tertentu. Titik taut terbagi menjadi dua yaitu: Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan hukum merupakan soal HPI atau tidak. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel hukum yang dipertautkan. Untuk menentukan status personil seseorang, negara-negara di dunia menganut dua prinsip. Pertama, Prinsip kewarganegaraan. Yaitu status personil orang (baik warganegara maupun asing) ditentukan oleh hukum nasional mereka. Kedua, Prinsip domisili. Yaitu status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang berlaku di domisilinya.
Dwi kewarganegaraan (bipartide) adalah orang dapat meiliki dua kewarganegaraan (bipatride) atau lebih dari dua kewarganegaraan. Bipartide timbul karena dianutnya berbagai asas yang berbeda dalam peraturan kewarganegaraan. Apartide adalah orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Renvoi adalah penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. Ketertiban umum ini adalah pembatasan berlakunya suatu kaedah asing dalam suatu negara karena bertentangan dengan kepantingan umum atau ketertiban hukum. Penyelundupan hukum (evasion of law) adalah suatu perbuatan yang dilakukan di suatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu akan dapat dibatalakn oleh forum atau tidak diakui oleh forum Pilihan hukum digunakan dalam bidang hukum kontrak, dimana para pihak bebas untuk menentukan pilihan mereka, dan bebas juga untuk memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka.

REFERENSI

Fahrudin, Sigit. Arti dari Sumber-sumber Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://sigitfahrudin.co.cc. Pada tanggal 08 Juni 2010.
Kusumaatmadja, Mochtar.1990. Pengantar Hukum Internasional. Binacipta.
Pazli. 2004. Materi Substansi Hukum Perdata Internasional. Diktat III Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Starke, J.G. 2001. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Hukum Perdata Internasional. Diakses dari http://vhrmedia.com. Pada tanggal 11 Maret 2010
Diposkan oleh langit_biru

BAB II.

  
By. ANAK ALAMBOYS.


BAB II ASPEK HUKUMPARAPIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN
A.Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

Hukum yang mengatur masalah perbankandisebut hukumperbankan (Banking Law) yakni merupakan seperangkatkaedah hukumdalam bentuk peraturan perundang undangan,yurisprudensi,doktrin, danlain-lain sumberhukum yang mengatur masalah-masalahperbankan sebagai lembaga,dan aspekkegiatannya sehari-hari, rambu-rambuyang harus dipenuhi oleh suatu bank,perilaku petugas-petugasnya,hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, parapihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan,apayang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensibank, danlain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.15
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagaiberikut :
16
1.Asas-asas perbankan, sepertinorma efisiensi, keefektifan, kesehatanbank,profesionalisme pelaku perbankan,maksud dan tujuanlembaga perbankan,hubungan, hak dan kewajiban bank.

2.Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan,maupun pihak terafiliasi.Mengenai bentuk badanhukumpengelola, seperti PT. Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan

15Muhammad Djumhana,Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :CitraAditya Bakti, 1993),hlm 10.
16Munir Fuadi,HukumPerbankan Modern(Bandung:PT: citra Aditya Bakti, 1999),hlm14 Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
terbatas. Mengenaibentuk kepemilikan, sepertimilik pemerintah, swasta,patungan dengan asing atau bank asing.
3.Kaedah-kaedah perbankanyang khusus diperuntukkan untuk mengaturperlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, sepertipencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah,dan lain-lain.

4.Yang menyangkut dengan strukturogranisasiyang berhubungan dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral,dan lain-lain.

5.Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapaiolehbisnisnyabank tersebut, seperti pengadilan, sanksi,insentif,pengawasan,prudent banking, danlain-lain.“Berdasarkan PBI Pasal 1 angka 5 No.7/7/PBI/2005 Jo. No.

10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah transaksi keuangan adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankanmaupun produk dan atau jasalembaga keuanganlain dan atau pihak ke tigalainnyayang ditawarkanmelaluibank.”
Dari defenisi tersebut jelaslahbahwa transaksi keuanganberkaitan dengan produk danjasa yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwasistem transaksi dariberbagaibank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.Halinibergantung pada produk perbankanmasing-masing bank. Transaksi sangatberhubungan erat dengan kontrak,menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undangHukum Perdata kontrak atau perjanjian adalah kesepakatanantara dua orang atau Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
lebih mengenai haltertentu yang disetujuioleh mereka.Dalam melakukan sebuah kontrak dan transaksiharussesuai dengan ketentuan syarat-syarat kontrak yangdiatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,yaitu sepakat merekayang mengikatan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan, adanyasuatu hal tertentu, dan sesuatu yang diperjanjikan merupakan sesuatu yanghalal dan tidakmelanggar hukum.Menurut Rachmadi Usman
Sistem Keuangan didefenisikan sebagai suatu sistemyang terdiri darisistemmoneter dan diluar darisistemmoneter. Sistemmoneterini terdiridari otoritasmoneter dan diluar otoritasmoneter. Sistemmoneterterdiri dari otoritasmoneter, yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang primer daribank-bank pencipta uang giral,sedang lembaga keuangan lainnya termasuk dalam kelompok diluar sistemmoneter.17
Pendapatlainnyamenurut Rachmadi Usmanmemberi cakupan daripadasistem keuanganitu lebih luas danjelas. Sistem keuanganadalahsuatu sistemyang terdiri dari :18
a.Lembaga-lembaga keuangan,lembaga-lembaga intermediasi yangmenghubungkan unityang surplus danyang defisit dalamsuatu ekonomi.

b.Instrumen-instrumen keuangan,dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tersebut.

c.Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.

d.Jadi,dalam halinitampak bahwa selain bank sebagailembagakeuangan moneter, maka dapatjuga sebagailembagayang mengeluarkan produk,dan jasalembaga keuanganitu sendiri untuk kepentingan nasabah.Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan,yaitu :19

17Rachmadi Usman,Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia,(Jakarta:PT.Garamedia Pustaka Utama,2003),hlm 6018Ibid Rachmadi UsmanUniversitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.Taransaksi TunaiYaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secarakhusus melaluipenggunaanmata uang.

2.Transaksi UsahaYaitu suatu metode menjalankan transaksiyang menghasilkan catatanfinansial,yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.

Kelebihan sistem transaksi tunaiini adalah:
a.Setiap orang dapat datang dengan mata uang untuk membayarbarang dan jasa.

b.Kurangnya catatan keuanganmenjadikannyasulit untuk menghubungkan seseorang dengan aktifitas kejahatan atau dengan pembelian ataupenjualanbarang atau jasailegal (bagi pihak yang melakukan tindakpidana).

c.Pemasukanyang tidak dilaporkan sehingga tidak kenapajak.

d.Mata uang yang diterima kelihatannya sudahmerupakanyang biasa dan

umum.Kekurangan sistem transaksi tunaiini, adalah:
a.Dalamjumlah besar uang tunaimencurigakan dan menarik perhatian padasiapapun yang mengambilatau bagipihak yang menyimpannya.

b.Kurangnya catatan sehingga apabila dalamjumlahbesarmenjadikannyasulit untuk mencegah dari pencurian.

c.Uang tunai dalamjumlah besar sulit ditangani dan dipindahkan.

19TB. Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang,(Bandung:MQS Publishing &AYYCCSGroup,2006),hlm 61-62Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Kelebihan transaksi usaha, adalah :
a.Terdapat suatu efisiensi dan keamananyang lebihbesar apabila transferdana tersebut.

b.Kehilangan akibat pencurianlebih dapat dikurangi.

c.Kesempatan dalam kegiatan usaha tersedia lebih besar sepertiinvestasi

legal dalamreal estate, properti dan sekuritas.Kekurangan transaksi usahaini, adalah :
a.Harus membayar pajak atas pemasukanyang dilaporkan.

b.Catatan-catatan transaksi usaha merupakanbahan pemeriksaan oleh pihakberwenang.

c.Pemalsuan catatan transaksi usahamerupakan kejahatanyang merupakan pembuktian adanya aktivitas kejahatan.

d.Transaksi usaha dapat diikuti sumber dan tujuanyang dapat mengarah pada aktivitas kejahatan.

B.Sumber-Sumber Hukum Perbankan

Sumberhukum perbankan dapat dibedakanatas sumberhukum dalamartiformal dansumber hukum dalam artimateril. Sumberhukum dalamartimateril adalahsumberhukum yang menentukan isi hukum itu sendiridan itu tergantung dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,sejarah, sosiologi,filsafat, danlain sebagainya. Seorang ahliperbankan cenderungakan menyatakan bahwakebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan dalam suatu masyarakat itulah yang menimbulkan isi hukum yang bersangkutan.Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jikadianggap perludiketahui akanasal usul hukum.Sumber hukum dalam arti formal adalah tempatditemukannya ketentuanhukum dan perundang-undangan, baik yang tertulismupun tidak tertulis.20Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuanhukum dan perundang-undangan perbankanyang dimaksud adalahhukum positif,yaituketentuanperbankan yang sedang berlakupada saat ini. Ketentuan yangsecarakhususmengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan dalam :21
1.UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2.UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

3.UU No. 24 Tahun1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar

4.Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku IIdanbuku III mengenaihukumjaminan dan perjanjian

5.UU tentang Perseroan Terbatas

6.UU tentang Pasar Modal

7.UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkitan Dengan Tanah.UU lain yng mengaturtentang hal itu.

20Muhammad Djumhan. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT. Citra AdityaBakti.2000. hlm5
21

Ibid

Rachmadi Usman hlm 4-5
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
C.Asas-Asas Hukum Perbankan.

Dalammelaksanakan kemitraan antara bank dengannasabahnya, untuk terciptanyasistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasidengan beberapa asashukum (khusus)yaitu :22
1.Asas Demokrasi EkonomiAsas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan yang diubah. Pasal tersebutmenyatakan bahwa perbankan Indonesiadalammelakukan usahnyaberasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Iniberarti fungsi dan usahaperbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yangterkandung dalam demokrasi ekonomiyang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2.Asas KepercayaanAsaskepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana darimasyarakatyang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehinggasetiap bankperlu terusmenjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaanmasyarakat padanya.Kemauanmasyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaanbahwa uangnya akan dapat diperolehnyakembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai denganyang

22

Ibid

RachmadiUsman hlm14-18
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
diperjanjikan dan disertai denganimbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidaktertutup kemungkinan akan terjadirushterhadap danayangdisimpannya. Sutan Remy Sjahdeinimenyatakanbahwahubunganantara bank dengan nasabah penyimpan dana adalahhubungan pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dankreditur(nasabah).
3.AsasKerahasiaanAsaskerahasiaan adalah asas yang mengharuskanatau mewajibkan bank merahasiakan segalasesuatu yang berhubungandengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurutkelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaanini adalah untuk kepentinganbank sendiri karenabank memerlukan kepercayaan masyarakatyang menyimpan uangnya dibank.Dalam Pasal 40 UUperbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasimengenainasabah penyimpan dansimpanannya. Ketentuan rahasia bank ini dapat dikecualikan dalamhal tertentu yakni, untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutangbank, peradilan pidana,perkara perdata antara bank dengannasabahnya, tukar menukarinformasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa darinasabah penyimpan dana.

4.Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bankdalam menjalankanfungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
prinsip kehati-hatian dalam rangkamelindungi danamasyarakatyangdipercayakan padanya. Halini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan bahwa perbankan Indonesiadalammelaksankan usahanya berasaskandemokrasiekonomi dengan menggunakan asaskehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaansehat. Dengan diberlakukannyaprinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaanmasyarakatterhadap perbankan tetap tinggi,sehinggamasyarakat besedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya dibank.
D.Para Pihak Dalam Transaksi perbankan

1.Pihak Nasabah

a.Pengertian Nasabah

Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduannasabah Pasal 1angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah Pihak yang menggunakan jasa bank,termasukpihak yangtidakmemilikirekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukantransaksikeuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun1998 tentang Perbankan dimuattentang jenisdan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank.Jenis-jenisnasabah ada 2,yakni :23
23Yusuf Shofie,Perlindungan Konsumen,(Bandung:citra AdityaBakti,2000),hlm32-33Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya dibank dalambentuk simpananberdasarkan perjanjianbank dengan nasabah yang bersangkutan.

2.Nasabah Debitur, yakninasabahyang memperoleh fasilitas kredit ataupembiayaanberdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkanperjanjian bank dengan nasabah yangbersangkutan.

Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tigamacamnasabah :
a.Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananyapadasuatu bank,misalnya dalambentuk deposito atau tabunganlainnya.

b.Nasabah yangmemanfaatkanfasilitas kredit perbankan,misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.

c.Nasabah yang melakukantransaksidenganpihak lain melalui bank.Misalnya antaraimportir sebagai pembeli dengan eksportir diluarnegeri. Untuktransaksi semacamini

d.Biasanya importir membukaletter of credit(L/C) pada suatu bankdemi kelancaran dan keamanan pembayaran.

Dalam kedudukannya sebagaisubjek hukum,nasabah dapat terwujuddalam dua bentuk sebagaimana subjek hukumyang diakui dalamhukum,yaitu :24
1.OrangNasabahbank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannyasebagaisubjek hukum dapat berupa orang atau badanhukum. Nasabahbank

24
Try Widyono,Operasional Transaksi Produk Perbankan diIndonesia,(Bandung:Ghalia Indonesia, 2006),hlm 24-27Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
terbagi menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa di peruntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas (working customer) untuk transfer dan lain sebagainya.
Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat.
Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya mewajibkan nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat besar jika dalam pemberian kredit dan/atau pembukaan rekening giro
Universitas Sumatera Utara
diperbolehkanbagi orang yang belum dewasa. Disampingitu dalam rekening giro biasanya, tidak diterima bagi orangyang belum dewasakarena berkaitan denganalat pembayaranberupa cek dan/atau bilyetgiro. Jikabank menerima giro bagi orang yang belum dewasamakacekdan/atau bilyet giro dipermasalahkan,yang akhirnya dapatmengurangi kepercayaan kepadabank, karena transaksi tersebutmelibatkanberbagai pihak,yakni penarik, tertarik, pembawa serta endosemen, dan lain-lain yang lebih kompleks.
2.Badan HukumNasabah berupa badan hukum,perlu diperhatikan aspek legalitasbadan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yangberhubungan dengan bank. Halini terkait dengan aspekhukumperseroan(corporate law).Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagaiberikut :

a.Badan hukum publik, seperti negara atau pemda.

b.Perseroan Terbatas, diatur dalamUU No. 40 Tahun 2007tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatasterbukayang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

c.Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32Tahun 2004 tentang Pemda.

d.Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMNini
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara batas
terdiri dari : Perusahaan persero, Perusahaan umum, dan Perusahaan jawatan
e.Koperasi, diatur denganUU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara PengesahanAkta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

f.Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28tahun 2004.

g.BadanHukum Milik Negara (BUMN), diatur dalam PP No.152 Tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.

h.Dana Pensiun, diatur dalamUU No. 11 Tahun 1992 tentangDana Pensiun.2.Pihak PerbankanPengertian dan Fungsi Perbankan.25

Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit danjasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang Perbankan yang diubah pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikanbank sebagaibadanhukumyangmenghimpun dana darimasyarakat dalambentuk simpanan dan menyalurkannya kepadamasyarakat dalambentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkameningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
25

Op.cit

RachmadiUsman, hlm 59
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Daripengertian di atasjelaslah bahwa bank berfungsi sebagai“Financial Intermediary”dengan usaha utamamenghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasalainnya dalamlalu lintas pembayaran. Duafungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yangsebesar-besarnya dari usahayang dijalankannya. Sebaliknyasebagailembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjagakestabilannilai uang,mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonominasionalbangsa Indonesia,yaitu :
1.Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan kegiatan usaha pokok menghimpun danmenyalurkan danamasyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surpluskepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabungkepada peminjam.

2.Penghimpunan dan penyaluran danamasyarakattersebutbertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara,yakni :

a.Menunjang pembangunannasional, termasuk pembangunan daerah ; bukan melaksanakan misipembangunansuatu golongan apabila perseorangan;jadi perbankan Indonesia
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
diarahkan untuk menjadi agen pembangunan (agent ofdevelopment );
b.Dalam rangkamewujudkan trilogi pembangunan nasional,yakni :

1.Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak,bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan saja;melainkan kesejahteraanseluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.

2.Meningkatkan pertumbuhan ekonominasional,bukan pertumbuhan ekonomisegolongan orang atau perorangan,melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyatIndonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yangdiserasikan.

3.Meningkatkan stabilitas nasionalyang sehat dan dinamis.

4.Meningkatkan tarafhidup dan kesejahteraan rakyat banyak,artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan nasional adalah meningkatkan pemerataan tarafhidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia,bukan segolongan orangatau perseorangan saja.

3.Dalammenjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesiaharusmampu melindungi secara baik apa yangdititipkanoleh masyarakat kepadanya denganmenerapkan prinsip kehati-hatian (prudentian banking) dengan cara :
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1.Efisien,sehat, wajar dalam persaingan yang sehatyangsemakinmengglobal atau mendunia.

2.Menyalurkan danamasyarakat tersebut kebidang-bidangyang produktifbukan konsumtif.

4.Peningkatkan perlindungan danamasyarakatyangdipercayakan padabank, selain melalui penerapan prinsipkehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank, serta sekaligusberfungsi untuk mencegah terjadinyapraktek-praktek yang merugikan kepentinganmasyarakat luas.

Fungsi perbankantidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpundan penyalur dana masyarakat atau perantara penabung daninvestor,tetapifungsinyaakan diarahkan kepada peningkatan tarafhidup rakyat banyak, agarmasyarakatmenjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karenaitu dalammenjalankanfungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada tujuan perbankan Indonesiaitu sendiri.
a.Jenis-jenis Bank

Bank merupakan sektor perekonomian yang sangat penting disetiap
negara. Secara umum tentulah dalamsuatu negara terdapat berjenis-jenis
bank yang selalu melayanikepentingan nasabahnya.
Terhadap jenis-jenisbank tersebut, dan dilihat darifungsinya sertakinerjanya, dapatlah diberikan pembagian darimasing-masing banktersebut.Pembagian jenis bank ini sangatpenting karena terdapatnyaperbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yangUniversitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
berbeda tersebut. Dalamhal kegiatanini dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkanjenis karena telah diaturolehbank Indonesia tentang kegiatan yangboleh danyang tidakboleh dilakukan oleh bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank senantiasa dibawah pengawasan bank Indonesia. Melihat praktek operasional perbankan yangada tersebut maka dapatlah dibedakanjenis-jenis bank.Secara teoretisjenis-jenisbank tersebut ditentukan dari :26
1.Segi fungsi.

2.Segi kepemilikannya.

3.Segi penciptaan uang giral.Ad. 1 Dari segiFungsi dibedakan atas 4 jenisbank, antara lain :

a.Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak sebagaibankers,bank pimpinan, penguasamoneter, mendorong dan mengarahkan semua jenis bank yang ada.

b.Bank Umum (Commercial Bank), yaitu bank milik negara, swasta,maupun koperasi,baik pusatmaupun daerahyang dalam pengumpulan dananya terutamamenerimasimpanan dalambentuk giro, deposito sertatabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kreditjangka pendek. Dikatakan sebagaibank umumkarenabank tersebutmendapatkan keuntungannya dari selisih bungayang diterima daripeminjam denganyang dibayarkan oleh bank pada deposito.

26Muhammad Djumhana,Op.Cithlm 83Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
c.Bank Tabungan (Saving Bank), yaitu bank milik negara, swasta,maupun koperasiyang dalam pengumpulan dananya terutamamenerimasimpanan dalambentuk tabungan sedangkan usahanyaterutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.

d.Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik miliknegara, swasta,maupun koperasibaik pusatmaupun daerahyangdalam pengumpulan dananya terutama menerimasimpanan dalambentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berhargajangkamenengah dan panjang dibidang pembangunan.

Ad. 2 Dari segiKepemilikannya, dikenal 4 jenis bank, antaralain :
a.Bank Milik Negara

b.Bank Milik Pemerintah Daerah

c.Bank Milik Swasta baik dalamnegerimaupunluar negeri

d.Bank KoperasiAd. 3 dari segi Penciptaan Uang Giral, dikenal 2 jenisbank, antara lain :

a.Bank Primer,yaitu bankyang dpatmenciptakan uang giral,yang dapatbertindak sebagaibank primer adalah bank umum.

b.Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uangmelaluisimpanan masyarakat yang adapadanya, bank ini hanyabertugas sebagai perantara dalammenyalurkan kredit. Umumnya bankyang bergerak pada bank sekunderadalah banktabungan dan bankpembangunan.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Apabila dilihatlebih lanjut dalam Undang-undang Perbankan yang ada diIndonesiamulai dari Undang-undang pertama sampai undang-undang sekarang,maka pembagianjenis-jenisbang dapat diperincisebagaiberikut :
a.Bank Sentral

b.Bank Umum

c.Bank Tabungan

d.Bank Pembangunan

e.Bank Lainnya

Dalam Pasal 5 Undang-undang Perbankan yang diubah.dikatakan menurutjenisnya bank terdiri atas :27
1.Bank UmumBank umum adalahbank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalamkegiatannya memberikan jasadalam lalu lintaspembayaran.Dengan sendirinya bank umumadalahbank pencipta uang giral. Bank umum dapatmengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu ataumemberikan perhatianyang lebih besar kepada kegiatan tertentu.Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaanjangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomilemah/pengusaha kecil, pengembangan eksport nonmigas, dan pengembangan pembangunan perumahan.

27Rachmadi Usman op. cit ,hlm 62Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.Bank Perkreditan Rakyat (BPR)Bank Perkreditan Rakyatadalah bank yang melaksanakankegiatan usaha secarakonvensional atau berdasarkan prinsip syariah yangdalam kegiatannyatidak memberikan jasadalam lalu lintaspembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidakikut memberikanjasa dalamlalu lintas pembayaran.

Dengan adanya pembagian jenisbank tersebut terjadilahspesialisasiyangmemungkinkan bank untuk lebih mengenal bidng usahanya, menunjang misipemerintah dalammendorong perekonomian.halini dapat dikhususkan untuk membantu orang-orang yang perekonomiannyalemah danmembantu berbagaikesulitan masyarakat yang terdaftar sebagainasabah pihak perbankan itu sendiri.
Dalamhal pelaksanaansistem perbankan, haruslah dilakukan secara universal,yaknilewat pertahanan terhadap peranan perbankan sebagai agen pembangunan. Yaitu, dapatmenunjang upaya pemeratan pembangunan dan tetapmemperhatikan kepentingan orang banyak.
E.Hubungan Hukum Nasabah danBank.

Hubungan antarabank dannasabah didasarkan pada dua unsuryang palingterkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanyabisamelakukan kegiatan dan mengembangkan banknya,apabila masyarakat “percaya”untuk menempatkan uangnya, pada produk-produk perbankanyang ada padabank tersebut.Berdasarkan kepercayaanmasyarakat tersebut, bank dapatmemobilisir dana dariUniversitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
masyarakat, untuk ditempatkan padabanknya danbank akan memberikan jasa-jasa perbankan.28
Berdasarkan duafungsi utama dari suatu bank,yaitu fungsi pengerahan dana dan penyaluran dana,maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu :29
1.Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan danaArtinya bank menempatkan dirinyasebagai peminjam danamilikmasyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antarabankdannasabahmenyimpan dana, dapatterlihatdarihubungan hukum yangmuncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito,tabungan, giro,dansebagainya. Bentuk hubunganhukumitu dapattertuang dalambentuk peraturan bankyang bersangkutan dan syarat-syarat umumyang harusdipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harusdisesuaikan dengan produk perbankanyang ada, karenasyarat dari suatuproduk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam produk perbankanseperti tabungan dan deposito,makaketentuan dan syarat-syarat umumyang berlaku adalah ketentun-ketentuan dan syarat-syarat umumhubungan rekening deposito dan rekeningtabungan.

2.Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur

28Ronny Sautma Hotma Bako,Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produktabungan dan Deposito.Bandung : PT. citra Aditya Bakti,1995. Hal 32
29IbidUniversitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Artinyabank sebagailembaga penyedia dana bagi para debiturnya.Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kreditmodal kerja, kreditinvestasi,atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum,hubungan antara nasabah dengan bankterdiri dari duabentuk yaitu :30
1.Hubungan Kotraktual

2.Hubungan Non Kontraktual

a.Hubungan Kontraktual

Hubunganyang paling utama danlazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual.Hal ini berlaku hampirpada semuanasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupunnasabah non debitur-non deposan.
Terhadap nasabah debiturhubungan kontraktual tersebutberdasarkanatas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur(pemberi dana) dengan pihak debitur ( peminjam dana ). Hukum kontrak yang menjadi dasarhubungan bank dengan nasabah debitur bersumberdari ketentuan-ketentuanKUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).Sebab,menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatansama dengan undang-undang bagikedua belah pihak.
Berbeda dengan nasabah debitur,maka untuk nasabah deposan atau nasabah non debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus
30

Op.cit

MunirFuadi, hlm102
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
yang mengatur untuk kontrak jenisini dalamKUHPerdata. Karenaitu,kontrak-kontrak untuk nasabah sepertiitu hanya tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dariKUHPerdata mengenai kontrak.
Prinsip hubungannasabah penyimpan dana denganbank adalah hubungan kontraktual,dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimanapihak bank berfungsisebagaidebitursedangkan pihak nasabah berfungsisebagai pihak kreditur, prinsip hubungan sepertiinijuga tidak dapatdiberlakukan secara mutlak.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktualkepadahubungan antaranasabah penyimpan dana dengan pihak bank,yaitu :
1.Sebagaihubungan bank dan nasabah

2.Sebagai hubungan kontraktual lainnyayang lebih luasdarihanya sekedar hubungan debitur-kreditur

3.Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.

b.Hubungan Non Kontraktual

Selain hubungan kontraktual, apakahada hubungan hukum yanglain antara pihak bank dengan pihaknasabah, terutama dengan nasabah deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enamjenishubungan hukumantara bank dengan nasabah selain darihubungan kontraktual sebagaimanayang disebutkan di atas, yaitu :
1.Hubungan fidusia
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.Hubungan konfidensial

3.Hubungan bailor-bailee

4.Hubungan principal-agent

5.Hubungan mortgagor-mortgagee

6.Hubungan trustee-beneficiary

Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegasmengakuihubungan-hubungan tersebut, makahubungan-hubungan tersebut barudapat dilaksanakanjika disebutkan dengan tegasdalamkontrak untuk haltersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakuieksistensi keduahubungan tersebut. Misalnya dalamhubungan denganlembaga trust yang merupakansalahsatu kegiatan perbankan,mesti ada kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan lembagatrusttersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak trust sepertiyang diinginkan kedua belah pihak.
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan policyyang signifikan yang dapat mempengaruhiaccountnyapihak nasabahatau mempengaruhi jasa bank yang selama inidiberikanoleh bank.Apabila bank memberikanjasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, makadalam hal ini akan menempatkanposisinya sebagai“pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formalantara nasabah denganbank terdapat padaformulir-formuliryang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank.Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Formulir-formuliritu berisi tentang permohonanatau perintah atau kuaspadabank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat olehbank. Dalamformulir tersebut akan saling menunjuk ketentuanyangberkaitan dengan transaksiyang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebutpada hakikatnya merupakan bagian darisatu-kesatuan yang tidakterpisahkan.31
Nasabah yang mengisiformulir permohonan, perintah, atau kuasakepada bank pada dasarnyamerupakan tindak lanjut dari kepercayaan masyarakat pada bank. Nasabahatau konsumenmewujudkan kepercayaannyaitu dalambentuk pengajuan aplikasi permohonanyangdipercayanya.
Hubungan antara bank dengannasabah seringkalimenunjuk padaberlakunya ketentuanyang lebihluas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuanyang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagaiketentuan yang berlaku dan merupakanbagian serta satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.
31Try Widyono,Op.Cithlm 21-24Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

SIKAP MENENTUKAN SEGALA.



  
By.ANAK ALAM


Sikap Kita Menentukan Segalanya

KATA MUTIARA
Beberapa tahun yang lalu, saat saya melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, saya sedang menanti di ruang tunggu bandara ketika saya membaca sebuah puisi yang dimuat di sebuah majalan.
Saya percaya, bahwa secara keseluruhan puisi ini merangkum peranan kita dalam mencapai masa depan yang sukses.
SIKAP
Semakin lama saya hidup, semakin saya sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan
Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.
Sikap lebih penting
daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.
Kita tidak dapat mengubah masa lalu
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi
Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.
Saya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.
Akhirnya: Seluruh pilihan terletak di tangan Anda, tidak ada JIKA atau TETAPI. Andalah pengemudinya. Andalah yang menentukan JALAN HIDUP ANDA…!

UNSUR KERUSAKAN



 By.ANAK ALAM




Unsur Kerusakan
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:kaidah hukum, kekerasan, kerusakan, kuhp, niat, pasal 170, pasal 406, Pidana, tujuan, unsur, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Pasal 170 ayat (1) KUHP tidak dapat dikenakan kepada para Terdakwa, sebab unsur melakukan kekerasan dalam pasal 170 (1) KUHP bukan merupakan alat / usaha untuk mencapai tujuan (niat para terdakwa), sehingga seandainya pun terjadi kerusakan hanyalah merupakan akibat saja dari perbuatan kekerasan tersebut lebih tepat dikenakan pasal 406 (1) KUHP. Yurisprudensi Mahkamah [...]
Hukum Tidak Mengenal Kata “Hampir Dewasa”
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:anak, dewasa, kaidah hukum, Pidana, umur, yurisprudensi. 2 Komentar
Kaidah hukum: Hukum tidak mengenal kata “hampir dewasa” bagi orang yang berumur 14 tahun. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 821 K/Pid/1996 Terbit : 1996 Hal. 458
Pengembalian Uang Milik Korban
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:denda, ganti kerugian, kaidah hukum, korban, kuhp, milik, pasal 14c ayat (1), pengembalian uang, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Dalam putusan perkara pidana syarat khusus mengembalikan uang milik korban pada hakekatnya adalah masalah perdata dan oleh karenanya tidak dapat disamakan dengan keharusan mengganti kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 14 C (1) KUHP Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 933 K/Pid/1994 Terbit : 1996 Hal. 444

Unsur Melawan Hukum
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Acara Pidana, Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:kaidah hukum, kebiasaan, kesengajaan, melawan hukum, membantu, pengertian, peraturan tidak tertulis, perbantuan, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Bahwa unsur melawan hukum tidaklah dapat diartikan dalam pengertian sempit melainkan harus diartikan dalam pengertian yang lebih luas, termasuk didalamnya ketentuan yang tidak tertulis maupun kebiasaan yang seharusnya dipatuhi karena terdakwa telah jelas melanggar ketentuan prosedur pemberian overdraft, sehingga unsur melawan hukum haruslah dinyatakan terbukti. Bahwa Terdakwa sebagai pembantu tidak dapat dinyatakan terbukti [...]
Unsur “Memiliki”
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:judex facti, kaidah hukum, kuhp, melawan hak, melawan hukum, pasal 374, penggelapan, unsur memiliki, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Oleh karena judex facti/Pengadilan Negeri telah salah menerapkan hukum dan Penuntut Umum/Jaksa dapat membuktikan, putusan Pengadilan Negeri bebas tidak murni karena judex facti /Pengadilan Negeri salah menafsirkan unsur “memiliki” sebab pengambilan BPKB dan KTP a.n. Marsini tanpa seizin pemiliknya atau orang tuanya (Mesiyem) yang kemudian oleh Terdakwa dijadikan jaminan hutang, maka permohonan kasasi [...]
Tanah Yang Dikuasai Orang lain
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:kaidah hukum, menguasai, orang lain, penguasaan, Pidana, tanah, tanpa hak, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Seseorang yang mengaku berhak terhadap suatu barang, yang dalam hal ini tanah, tidak dapat mengambil/menguasai dari penguasaan orang lain begitu saja atau bertindak main hakim, melainkan harus melalui prosedur hukum yakni gugatan perdata. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 354 K/Pid/1993 Terbit : 1996 Hal. 418
Unsur Kelalaian/Kealpaan
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:359, culpa, kaidah hukum, kealpaan, kecelakaan, kelalaian, kuhp, pasal, unsur, yurisprudensi. Tinggalkan sebuah Komentar
Kaidah hukum: Judex factie telah salah menerapkan hukum, sebab korban jatuh karena terserempet oleh pengendara sepeda yang didepannya dan karena jatuhnya ke kanan maka korban tergilas oleh roda bus yang dikemudikan terdakwa; ternyata kendaraan bus yang dikemudikan terdakwa berada di jalur yang benar atau di sebelah kiri, sehingga tidak terbukti tidak adanya unsur kelalaian/kealpaan pada [...]
Unsur Mengetahui Barang Berasal Dari Kejahatan
Oleh Abdullah Tw pada Hukum Pidana, Yurisprudensi. Ditandai:480, kaidah hukum, kuhp, pasal, penadahan, Pidana, unsur, yurisprudensi. 2 Komentar
Kaidah hukum: “Apabila terdakwa tidak mengetahui, menduga/menyangka barang-barang tersebut berasal dari kejahatan maka karena itu salah satu unsur dari pasal 480 KUHP tidak dapat dibuktikan. Oleh karenanya terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan bukan dilepas dari tuntutan hukum”. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1130 K/Pid/1985 Terbit : 1987 Hal. 236

ALAT BUKTI



By.ANAK ALAM



ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA





ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA
Alat bukti adalah segala sesuatu yang oleh undang-undang ditetapkan dapat dipakai membuktikan sesuatu. Alat bukti disampaikan dalam persidangan pemeriksaan perkara dalam tahap pembuktian. Pembuktian adalah upaya yang dilakukan para pihak dalam berperkara untuk menguatkan dan membuktikan dalil-dalil yang diajukan agar dapat meyakinkan hakim yang memeriksa perkara.
Yang harus dibuktikan dalam sidang adalah segala sesuatu yang didalilkan disangkal atau dibantah oleh pihak lawan. Yang tidak perlu dibuktikan adalah segala sesuatu yang diakui, dibenarkan, tidak dibantah pihak lawan, segala sesuatu yang dilihat oleh hakim, dan segala sesuatu yang merupakan kebenaran yang bersifat umum.
Alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk pembuktian adalah sebagai berikut.
1. Bukti surat.
2. Bukti saksi.
3. Persangkaan.
4. Pengakuan.
5. Sumpah.
BUKTI SURAT
Bukti surat adalah bukti yang berupa tulisan yang berisi keterangan tentang suatu peristiwa, keadaan, atau hal-hal tertentu. Dalam hukum acara perdata dikenal 3 (tiga) macam surat sebagai berikut.
Pertama, Surat biasa, yaitu surat yang dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan alat bukti. Seandainya surat biasa dijadikan bukti maka hanya suatu kebetulan saja. Yang termasuk surat biasa adalah surat cinta, surat-surat yang berhubungan dengan korespondensi, dan lain-lain.
Kedua, Akta otentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sepanjang tidak dapat dibuktikan lain. Akta otentik misalnya Kutipan Akta Nikah, Akta Kelahiran, Akta Cerai, dan lain-lain.
Ketiga, Akta di bawah tangan, yaitu akta yang tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang. Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila isi dan tanda tangan diakui oleh para pihak, apabila isi dan tanda tangan yang ada tidak diakui maka pihak yang mengajukan bukti harus menambah dengan bukti lain misalnya saksi.
Dalam praktik beracara di pengadilan bukti surat yang akan digunakan sebagai bukti di persidangan di foto copy lalu dibubuhi meterai yang cukup dan dilegalisasi di Kantor Pos kemudian didaftarkan di Kepaniteraan pengadilan untuk dilegalisasi dan baru dapat diajukan ke sidang pengadilan kepada majelis hakim dan dicocokkan dengan aslinya jika sesuai dengan aslinya maka dapat digunakan sebagai bukti yang sah. Apabila ternyata tidak cocok dengan aslinya atau tidak ada aslinya maka tidak mempunyai kekuatan pembuktian sama sekali. Para pihak yang berperkara berhak untuk minta diperlihatkan bukti surat kepadanya.
BUKTI SAKSI
Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami sendiri suatu peristiwa. Saksi biasanya dengan sengaja diminta sebagai saksi untuk menyaksikan suatu peristiwa dan ada pula saksi yang kebetulan dan tidak sengaja menyaksikan suatu peristiwa.
Syarat-syarat saksi yang diajukan dalam pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut.
- Saksi sebelum memberikan keterangan disumpah menurut agamanya.
- Yang dapat diterangkan saksi adalah apa yang dilihat, didengar,
diketahui, dan dialami sendiri.
- Kesaksian harus diberikan di depan persidangan dan diucapkan secara pribadi.
- Saksi harus dapat menerangkan sebab-sebab sampai dapat memberikan keterangan.
- Saksi tidak dapat memberikan keterangan yang berupa pendapat, kesimpulan, dan perkiraan dari saksi.
- Kesaksian dari orang lain bukan merupakan alat bukti (testimonium de auditu).
- Keterangan satu orang saksi saja bukan merupakan alat bukti (unus testis nullus testis). Satu saksi harus didukung dengan alat bukti lain.
Yang tidak dapat dijadikan saksi adalah sebagai berikut.
- Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
- Suami atau istri salah satu pihak meskipun telah bercerai.
- Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka telah berumur 15 (lima belas) tahun.
- Orang gila walaupun kadang-kadang ingatannya terang.
Keluarga sedarah dan keluarga semenda dapat didengar keterangannya dan tidak boleh ditolak dalam perkara-perkara mengenai kedudukan perdata antara kedua belah pihak.
Anak-anak yang belum dewasa dan orang gila dapat didengar keterangannya tanpa disumpah. Keterangan mereka hanya dipakai sebagai penjelasan saja.
Saksi yang boleh mengundurkan diri untuk memberikan keterangan sebagai saksi adalah sebagai berikut.
- Saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki dan ipar perempuan dari salah satu pihak.
- Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dari saudara laki-laki dan perempuan, serta suami atau istri salah satu pihak.
- Orang yang karena jabatannya atau pekerjaannya yang diwajibkan untuk menyimpan rahasia.
PERSANGKAAN
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau majelis hakim terhadap suatu peristiwa yang terang, nyata, ke arah peristiwa yang belum terang kenyataannya. Dengan kata lain persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah terbukti ke arah peristiwa yang belum terbukti.
Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut.
a. Persangkaan Undang-Undang
Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang-undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar.
b. Persangkaan Hakim
Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun.
PENGAKUAN
Pengakuan terhadap suatu peristiwa yang didalilkan dianggap telah terbukti adanya peristiwa yang didalilkan tersebut. Pengakuan ada dua macam sebagai berikut.
a. Pengakuan di depan sidang.
Pengakuan di depan sidang adalah pengakuan yang diberikan oleh salah satu pihak dengan membenarkan/mengakui seluruhnya atau sebagian saja. Pengakuan di depan sidang merupakan pembuktian yang sempurna.
Pengakuan di depan sidang tidak dapat ditarik kembali kecuali pengakuan yang diberikan terdapat suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi. Pengakuan dapat berupa pengakuan lisan dan tertulis, pengakuan dalam jawaban dipersamakan pengakuan lisan di depan persidangan.
b. Pengakuan di luar sidang.
Pengakuan di luar baik secara tertulis maupun lisan kekuatan pembuktiannya bebas tergantung pada penilaian hakim yang memeriksa. Pengakuan di luar sidang secara tertulis tidak perlu pembuktian tentang pengakuannya. Pengakuan di luar sidang secara lisan memerlukan pembuktian atas pengakuan tersebut.
S U M P A H
Sumpah adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar. Apabila sumpah diucapkan maka hakim tidak boleh meminta bukti tambahan kepada para pihak.
Sumpah terdiri dari:
a. Sumpah promissoir
Sumpah promissoir yaitu sumpah yang isinya berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
b. Sumpah confirmatoir
Sumpah confirmatoir yaitu sumpah yang berisi keterangan untuk meneguhkan sesuatu yang benar.
Sumpah confirmatoir terdiri dari:
- Sumpah supletoir
Sumpah supletoir atau sumpah pelengkap atau sumpah penambah yaitu sumpah yang dibebankan oleh hakim kepada para pihak untuk melengkapi dan menambah pembuktian. Sumpah pelengkap harus ada bukti terlebih dahulu namun bukti belum lengkap sedangkan untuk mendapatkan bukti lain tidak mungkin. Sumpah pelengkap dibebankan kepada para pihak oleh hakim karena jabatannya.
- Sumpah decisoir
Sumpah decisoir atau sumpah pemutus adalah sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak kepada pihak lawannya. Sumpah pemutus dimohonkan kepada majelis hakim oleh salah satu pihak agar pihak lawan mengangkat sumpah. Sumpah pemutus dikabulkan hakim apabila tidak ada alat bukti sama sekali. Sumpah pemutus dapat dikembalikan kepada pihak lain yang meminta apabila mengenai perkara timbal balik. Apabila salah satu pihak berani mengangkat sumpah maka pihak yang mengangkat sumpah perkaranya dimenangkan.
- Sumpah aestimatoir
Sumpah asstimatoir yaitu sumpah yang dibebankan hakim kepada penggugat untuk menentukan jumlah kerugian.






13 tanggapan untuk posting ini.
1.
Akta Pengikatan Untuk Jual Beli dengan bukti surat belum terdaftar di instansi berwenang dan tidak ada saksi saksi orang yang di tuangkan dalam pasal pengikatan tersebut.sampai saat ini sudah 10 tahun belum ada perubahan nama kepada pembeli.Akta Pengikatan Untuk Jual Beli tersebut di jadikan Alat Bukti menggugat tergugat yang sudah memiliki bukti Otentik
Surat bukti otentik tidak selamanya mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, apabila surat bukti otentik tersebut dapat dibuktikan sebaliknya, misalnya Akta Jual Beli yang dibuat Notaris dibatalkan karena adanya unsur tipu muslihat (bedrog) dalam jual beli tersebut.
Akta pengikatan/perikatan Jual Beli tidak mempunyai batas waktu berlakunya surat kecuali ditentukan lain dalam akta perikatan tersebut, sedangkan yang mempunyai batas waktu adalah Akta Jual Beli.
Akta Perikatan Jual Beli harus diikuti dengan perbuatan jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT kemudian oleh PPAT tersebut dibuatlah AKta Jual Beli. Dengan Akta Jual Beli tersebut baru didaftarkan ke BPN untuk dilakukan balik nama sertifikat.
Akta perikatan jual beli dibuat oleh Notaris dan tidak perlu didaftarkan ke instansi manapun, sedangkan Akta Jual Beli harus dibuat oleh PPAT yang dengan Akta Jual Beli tersebut diajukan permohonan perubahan kepemilikan hak atas tanah/bangunan ke Kantor Pertanahan/BPN.
Apa dasar Tergugat menguasai tanah dan bangunan tersebut? apabila dasarnya adalah jual beli dengan pemilik tanah maka perlu dilihat mana yang lebih dulu terjadi antara Perikatan Jual Beli (Yang dilakukan Penggugat) dengan Jual Beli (yang dilakukan Tergugat)? Kalo ternyata Perikatan Jual Belinya lebih dulu dari Jual Belinya maka Jual Beli yang dilakukan dapat dibatalkan karena telah membeli barang yang sudah ada perikatan jual beli yang masih berlaku. Demikian sebaliknya.
Pengikatan Untuk Jual Beli yang di buat oleh Notaris dengan alat bukti surat lama yang belum terdaftar dan bersetatus perkara.dan Notaris yang mengikat bukan pejabat PPAT…pada tahun
2001,sampai saat pun belum ada peningkatan bukti surat tanah tersebut.Akta Notaris itulah yang di jadikan Alat bukti gugatan.sementara Objek Perkara sudah ada penetapan yang menggugurkan
bukti surat yang di ikat oleh Notaris di atas.
Perkara perdata No.13/Pdt.G/2010/PN-DUM.
Dalam sidang penggugat tidak pernah menghadirkan saksi saksi di persidangan.
Dalam putusan di tulis keterangan saksi saksi,yang diangkat sumpah di muka hakim.
Dari awal tergugat sudah memohon untuk menolak perkara karena ALAT BUKTI TIDAK TIDAK MEMENUHI SYARAT YANG DI TETAPKAN HUKUM ACARA PERDATA.
Terhadap isi putusan yang tidak sesuai dengan pemeriksaan persidangan adalah dapat dilakukan upaya hukum sebagai berikut.
Pertama,
mengajukan upaya banding apabila jangka waktu banding belum habis. apabila jangka waktu banding habis maka dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali.
Kedua,
membuat pengaduan ke hakim pengawas di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tentang adanya perbuatan majelis hakim yang telah membuat putusan yang tidak sesuai dengan pemeriksaan di persidangan, sertai alasan-alasan dan lampiran putusan
Ketiga
membuat pengaduan ke Komisi Yudisial tentang adanya perbuatan majelis hakim yang telah membuat putusan yang tidak sesuai dengan pemeriksaan di persidangan, sertai alasan-alasan dan lampirkan salinan putusannya.
Keempat,
upaya pidana, dengan melaporkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan dengan cara memasukkan keterangan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya ke dalam putusan.
Gugatan dengan bukti surat yang sudah di gugurkan oleh putusan tetap sebelumnya,di jadi kan alat bukti gugatan yang di kuatakan oleh keputusan mahkamah agung No.2415K/PDT/1995 dan putus Tahun 1999
yang lalu.Setelah saya telusuri putusan MA-RI tersebut tidak ada di tahun itu.
yang ada Putusan MA-RI No.2415K/PDT/2008,perdata tanah bukan yang di maksut orang yang bersengketa
dalam bunyi putusan MA-RI tahun 1999 di atas,dan juga wilayah pun berbeda.
mohon petunjuk tentang penyalahgunaan Putusan MA-RI ini.

bagaimanakah cara menyelesaikan perkara sengketa tanah antara saudari perempuan dengan saudara laki-laki, jika ahli waris sudah wafat tapi warisannya belum dibuat surat wasiat untuk membagikan warisan tersebut. Sedangkan akte-akte/surat tanah tersebut dipegang oleh pihak laki-laki. Dan seandainya surat tersebut diduplikasikan/dipindah namakan ke Badan Pertanahan Negara, upaya hukum apakah yang harus di tempuh????
Mohon penjelesannya, dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Apabila sudah tidak dapat ditempuh jalan musyawarah, mengajukan gugatan ke pengadilan tentang pembagian harta warisan yang belum terbagi.
Apabila surat-surat masih atas nama pewaris pada prinsipnya tidak dapat dialihkan ke pihak lain tanpa ada persetujuan dari para ahli waris. Apabila sampai terjadi peralihan hak tetapi salah satu ahli waris merasa tidak pernah menyetujui atau ikut dalam penandatangan peralihan maka maka dapat diduga adanya pemalsuan.
ass, saya mau tanya pak, gimana kalo saksi dikasus perdata, mencabut kesaksian dengan membuat surat pernyataan dan kemudian surat pernyataan tersebut dijadikan pihak lawan untuk mengajukan banding ? mohon tanggapannya pak…
Saksi harus menerangkan kesaksiannya di dalam persidangan, keterangan saksi yang sudah didengar keterangannya di persidangan tidak dapat dicabut hanya dengan surat pernyataan. Keterangan saksi yang didengar kesaksiannya dipersidangan menjadi tidak berlaku apabila secara pidana telah terbukti bahwa keterangannya yang diberikan adalah keterangan palsu atau terbukti telah melakukan tindak pidana sumpah palsu.

Trims kasih atas tanggapannya, sangat membantu sy yg lagi ada masalah perdata, semoga kebaikan bpk mendapat balasan dari tuhan . Amin
2.
pak, bagaimana hukumnya apabila bukti surat jual beli hilang, apakah kami pihak yang kehilangan bukti surat jual beli menjadi lemah didepan hukum dan bagaimana solusinya untuk mendapatkan kembali surat tersebut, apa pasalnya dalam undang undang yang berkaitan dengan surat jual beli. trimakasih sebelumnya pak
transaksi jual belinya melalui PPAT bukan kalo melalui PPAT bisa minta salinan akta jual belinya ke PPAT

ASAS-ASAS HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

  
By.ANAK ALAM


Asas-asas Hukum Humaniter Internasional
In Introduction to IHL on November 15, 2008 at 6:43 pm
Oleh : Arlina Permanasari
Hukum Humaniter atau dikenal juga dengan nama Hukum Perang atau HukumSengketa Bersenjata, mengandung asas-asas pokok yaitu asas kepentingan militer(military necessity), asas perikemanusiaan (humanity) dan asas kesatriaan(chivalry). Ketiga asas ini selalu melandasi aturan-aturan yang terdapat di dalam hukum humaniter.
Seorang ahli bernama Kunz menyatakan bahwa “laws of war, to be accepted and to be applied in practice, must strike the connect balance between, on the one hand, the principle of humanity and chivalry; and the other hand, military interest“.[1]
Jadi, walaupun Hukum Humaniter mengatur peperangan itu sendiri akan tetapi pengaturannya tidak dapat hanya semata-mata mengakomodir asas kepentingan militer dari pihak yang bersengketa saja, melainkan pula harus mempertimbangkan ke dua asas lainnya. Demikian pula sebaliknya, aturan-aturan Hukum Perang tidak mungkin hanya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dari peperangan itu tanpa mempedulikan aspek-aspek operasi militer. Tanpa adanya keseimbangan dari ke tiga asas-asas ini, maka mustahil akan terbentuk aturan-aturan mengenai Hukum Perang.
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing asas tersebut :
A. Asas Kepentingan Militer (Military Necessity)
Asas ini mengandung arti bahwa suatu pihak yang bersengketa (belligerent) mempunyai hak untuk melakukan setiap tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun sekaligus tidak melanggar hukum perang.[2]
Asas kepentingan militer ini dalam pelaksanaannya sering pula dijabarkan dengan adanya penerapan prinsip pembatasan (limitation principle) dan prinsip proporsionalitas (proportionally principle).
a. Prinsip Pembatasan (Limitation Principle)
Prinsip pembatasan adalah suatu prinsip yang menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa, seperti adanya larangan penggunaan racun atau senjata beracun, larangan adanya penggunaan peluru dum-dum, atau larangan menggunakan suatu proyektil yang dapat menyebabkan luka-luka yang berlebihan (superfluous injury) dan penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering); dan lain-lain.
Pada ilustrasi di samping, penggunaan tank untuk menghancurkan sasaran militer diperbolehkan, karena merupakan senjata yang biasa dipakai atau senjata konvensional; sedangkan penggunaan racun, senjata beracun (kimia) pada latar belakang gambar [termasuk senjata biologi atau nuklir (senjata non-konvensional)] tidak dapat dibenarkan karena sifatnya yang dapat mengakibatkan kemusnahan secara massal tanpa dapat membedakan antara objek sipil dan sasaran militer.
b. Prinsip Proporsionalitas (Proportionality Principle)
Adapun prinsip proporsionalitas menyatakan bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek-objek sipil harus proporsional sifatnya dan tidak berlebihan dalam kaitan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung yang dapat diperkirakan akibat dilakukannya serangan terhadap sasaran militer. Perlu ditegaskan bahwa maksud proporsional di sini BUKAN berarti keseimbangan.
Ilustrasi di samping dapat menggambarkan prinsip ini, di mana untuk mengancurkan dua orang musuh yang membawa senapan mesin, maka tidak perlu dikerahkan satu divisi kavaleri berupa tank-tank, karena hal tersebut tidak hanya dapat mematikan ke dua musuh tersebut, namun sekaligus juga dapat menghancurkan penduduk sipil dan objek-objek sipil di sekitarnya.
Prinsip pembatasan dicantumkan di dalam Pasal 22 dan 23 Hague Regulations(Lampiran dari Konvensi Den Haag IV, 1907, atau Regulasi Den Haag), yang berbunyi “the rights of belligerents to adopt means of injuring the enemy is not unlimited” atau hak dari Belligerents dalam menggunakan alat untuk melukai musuh adalah tidak tak terbatas (jadi maksudnya =terbatas). Adapun batasan-batasan tersebut, termasuk ke dalamnya penjabaran prinsip proporsionalitas, dicantumkan lebih lanjut secara rinci di dalam Pasal 23.
B. Asas Kemanusiaan (Humanity)
Berdasarkan asas ini, maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan asas-asas kemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka-luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu, [3] sebagaimana tercantum di dalam Pasal 23 ayat(e).
Berperang memerlukan persenjataan, itu sudah pasti. Yang menjadi masalah adalah bagaimana “menggunakannya secara manusiawi”. Pasti mungkin kita akan protes, bagaimana bisa?? Penggunaan senjata sudah pasti tidak manusiawi, senjata sudah tentu menimbulkan luka dan menyebabkan kematian. Lantas, apa yang dimaksud dengan Pasal ini?
Nah, itu tiada lain disebabkan adanya asas kemanusiaan (humanity) yang menjadi landasan pembentukan ketentuan tersebut. Memang dalam peperangan, keterpaksaanuntuk melakukan melukai musuh atau melakukan pembunuhan menjadi sesuatu yang SAH secara hukum apabila dilakukan oleh orang yang berhak untuk ikut serta dalam pertempuran (yakni kombatan) dan ditujukan kepada suatu sasaran yang memang merupakan sasaran militer (military objectives). Jika seorang prajurit dalam peperangan membunuh tentara musuh di medan pertempuran dengan M-16, maka itu adalah hal yang biasa. Akan tetapi, jika ia memakai M-16 berisi peluru “yang dikikir ujungnya”, maka cara tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran Hukum Perang. Mengapa? bukankah musuhnya toh mati juga? (baca : korban tidak akan merasakan bedanya ditembak dengan peluru yang dikikir/tidak dikikir).

(1) contoh peluru dumdum
Nah, disinilah letak perlunya asas kemanusiaan di dalam melakukan metode berperang, yaitu tetap memperlakukan manusia secara manusiawi baik ketika peperangan berlangsung, dan bahkan setelah suatu pihak menjadi korban. Perlu ditegaskan bahwa penggunaan peluru yang “dikikir ujungnya”, akan menimbulkan efek ‘melebar’ di dalam tubuh sehingga mengakibatkan luka sobekan yang tidak beraturan dan mengakibatkan hancurnya jaringan tubuh manusia. Peluru yang demikian

(2) Peluru biasa & peluru dumdum
disebut pula “peluru dum-dum” (dum-dum bullets; karena diproduksi pertama kali di kota Dumdum, dekat Kalkuta, India), atau “peluru yang memiliki efek mengembang dalam tubuh” (expanding bullets), sehingga Hukum Humaniter sudah melarang penggunaan peluru jenis ini dalam Deklarasi III tahun 1809. Itulah sebabnya, Regulasi Den Haag melarang penggunaan alat dan cara berperang yang dapat menimbulkan ‘luka-luka yang berlebihan’ dan ‘penderitaan yang tidak perlu’. Jika membunuh dengan peluru biasa dapat mengakibatkan kematian seorang musuh; maka mengapa pula harus mengkikirnya sehingga jasad korban menjadi hancur dan tidak dapat dikenali? Itulah penderitaan yang tidak perlu…
(Insya Allah akan disampaikan pula penjelasan mengenai ‘expanding bullet’ / ‘dum-dum bullet’ pada kategori lainnya).
C. Asas Ksatriaan (Chivalry)
Asas ini mengandung arti bahwa di dalam suatu peperangan, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang ilegal atau bertentangan dengan Hukum Humaniter serta cara-cara berperang yang bersifat khianat dilarang.[4]
Asas kesatriaan tergambar di dalam hampir semua ketentuan Hukum Humaniter. Sebagai contoh, mari kita lihat Konvensi Den Haag III (1907) mengenai permulaan perang (the commencement of hostilities). Berdasarkan Pasal 1 Konvensi III ini, ditentukan bahwa peperangan tidak akan dimulai tanpa adanya suatu peringatan yang jelas sebelumnya (previous and explicit warning), baik dalam bentuk pernyataan perang (declaration of war) beserta alasannya, atau suatu ultimatum perang yang bersyarat (ultimatum with conditional declaration of war).
Nah, tentu secara logika aturan ini rasanya tidak masuk akal. Bukankah kelihatannya suatu pihak dapat memenangkan peperangan jika ia menyerang secara diam-diam ketika pihak musuh lengah atau secara mendadak tanpa pemberitahuan lebih dahulu? Namun pada kenyataannya, aturan Hukum Humaniter justru menentukan sebaliknya. Hal ini tidak lain adalah refleksi dari asas kesatriaan yang tercermin di dalam Konvensi Den Haag III.
Contoh lain dapat dilihat pada ketentuan Pasal 23 Lampiran Konvensi Den Haag IV yang disebut juga Regulasi Den Haag (Hague Regulations). Kita ambil salah satu contoh saja, yaitu Pasal 23 ayat(c) yang menetapkan bahwa seorang kombatan dari pihak negara yang bersengketa dilarang membunuh atau melukai musuh yang telah menyerah, atau yang tidak mampu melakukan perlawanan lagi.
Ketentuan ayat di atas, jika diperhatikan selintas, juga rasanya tidak masuk akal. Bukankah lebih mudah untuk memenangkan pertempuran jika pihak musuh dibunuh, dilukai atau dibuat ‘tidak berdaya’ selagi ia menyerah atau tak mampu lagi bertempur? Namun, ternyata aturan Hukum Humaniter menentukan sebaliknya.
Oleh karena itu, seandainya saja tidak diterapkan asas kesatriaan dalam pembentukan ketentuan-ketentuan Hukum Humaniter, maka sudah hampir pasti peperangan akan berlangsung dengan sangat brutal dan keji. Jika sudah ada aturannya saja perang masih menyisakan kekejian, maka … bagaimanakah pula jadinya jika perang berlangsung tanpa aturan…?
Sumber :
[1]Kunz, Joseph, The Changing Law of National, 1968, hal 873, sebagaimana dikutip dalam Haryomataram, Hukum Humaniter, Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 34.
[2]Dictionary of Military and Associated Terms, US Department of Defence, 2005, dapat diakses pada http://usmilitary.about.com/od/glossarytermsm/g/m3987.htm
[3]Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999, hal. 11.
[4] Ibid.